Selasa, 28 Juli 2009

Pure Healing


Sesuatu yang tulus, seberapa pun sederhananya, mampu menyentuh sisi terdalam diri manusia. Tidak perlu memikirkan bagaimana ketulusan itu terjadi karena ini terjadi begitu saja. Ibarat menyapa anak kecil di jalan, tanpa tendensi apa-apa. Lihat, sapa, selesai. That's it.

Ketulusan senantiasa ada, sedangkan yang kita perlukan adalah kerendahan hati untuk melihatnya bermekaran di segenap penjuru semesta. Lihat saja pohon-pohon besar yang dengan setia stand-still memberi tempat bagi sejuta makhluk yang lain. Lihat juga bunga-bunga yang senantiasa menyediakan dirinya untuk lebah. Hewan sekecil itu terbang menempuh jarak bolak-balik membawa nektar dan mengumpulkannya dalam sarang. Titik demi titik. Kemudian, manusia meminumnya. :) Betapa banyak yang dilakukan lebah untuk memuaskan seteguk dahaga manusia. :) Dari bahasa alam ini, terlihatlah betapa Tuhan benar-benar mengasihi kita, menyediakan segalanya untuk keperluan manusia. Semoga Tuhan menggerakkan hati kita agar terhindar dari kufur dan sombong. :)

Di dalam lingkaran semesta yang tulus dan orang-orang yang tulus, kita belajar membersihkan diri. Netral dan bersih. Sehat dan damai. Sel-sel tubuh meremajakan dirinya, secara fisik maupun "metafisik", dan mengeluarkan racun-racun yang merusak akibat persinggungan kita dengan hal-hal negatif, baik karena paparan polutan maupun karena pemikiran-perasaan yang kurang selaras dan harmonis dengan hati. "Kebersihan" fisik dan rohani satu sama lain saling mempengaruhi dan saling menguatkan. Sebagaimana pemikiran negatif menular layaknya penyakit, maka tidak perlu khawatir: pemikiran positif dan hubungan yang positif pun sama menularnya.

Merupakan sebuah kabar gembira bahwa kekuatan kebahagiaan, harapan, dan kasih sayang jauh lebih berdaya daripada hal-hal yang negatif. Pengaruh 1 emosi positif lebih besar daripada 1 emosi negatif. Pengaruh satu orang yang "positif" sangatlah besar dalam mewarnai komunitas (dan semesta). Faktanya, di dunia ini banyak sekali orang-orang yang luar biasa. Dari hal ini, terlihat betapa besar karunia Tuhan yang telah turun di antara kita. Semoga Tuhan berkenan memberikan secercah cahaya-Nya untuk masuk ke dalam masing-masing manusia agar pancaran-Nya menyeruak seluruh alam. Bersamaan, antarmakhluk saling memberi dan menerima.  Dalam kasih-Nya, semoga semesta senantiasa terberkati. :)

Minggu, 26 Juli 2009

cinta, oh, cinta


 

Pesona cinta sungguh tiada tara. Dayanya memikat siapa saja, tua-muda, besar-kecil, miskin-kaya. Setiap orang menemukan tambatan hatinya masing-masing. Yang semampai jatuh cinta dan dicintai, yang kurus juga jatuh cinta dan dicintai, yang "bulat" pun juga demikian. Model cantik jatuh cinta, abang penjual cimol pun juga jatuh cinta. 

Bayangkan jika lelaki hanya mencintai yang putih bersih saja, atau yang semampai saja, atau hanya yang jelita. Akan terjadi kekacauan besar bagi wanita di luar kriteria tersebut. Namun, disinilah terlihat betapa kuasa Tuhan menggenggam dan membolak-balik hati manusia. Oleh-Nya, rasa cinta ini diselipkan kerapkali tanpa memprioritaskan kecantikan fisik semata. Alhasil, setiap manusia mendapatkan hak untuk mencintai dan dicintai.

Perasaan mencintai dan dicintai merupakan resep yang sangat manjur untuk psikis. Dengan mencintai, pikiran akan kekurangan dan keadaan kita akan sedikit teralihkan, diganti dengan kesediaan untuk memikirkan orang lain. Kita tidak lagi berkutat dengan permasalahan kita sendiri. Bukankah ganjalan hati kita akan sedikit terangkat ketika kita membantu orang lain? Selain itu, merasa dicintai, diterima, dan berarti untuk orang lain akan meningkatkan penghargaan terhadap diri kita. Dua efek ini sangat terasa dalam kehidupan. Asyiknya lagi, hal ini gratis diberikan oleh Tuhan, tinggal kita yang memanfaatkannya saja. :)

Hm...cinta... benar-benar nikmat cuma-cuma yang diberikan Tuhan kepada manusia :)

Nasib Naas

Semester lalu, teman-teman lagi girang-girangnya dapat hobi baru: membuat kolam ikan. Buruan, kolam lama yang tidak terawat dibersihkan, dikuras sampai bersih...Tidak tanggung-tanggung pak kost pun ikut menyingsingkan lengan baju untuk terjun langsung. Kolam mini 1 x 1 meter (atau lebih sdikit barangkali) peninggalan moyang diguyur air bersih berkali-kali. Benar-benar perjuangan: mengangkat galon penuh air dari kamar mandi (+- 20 meter, bolak-balik tak terhitung kali) untuk mengepelnya. Terus kolam diisi air bersih., juga sebuat jetpump dipasang di salah satu sisinya. Potongan-potongan bambu ditata sedemikian rupa sehingga terlihat unik, lengkap dengan gemericik air yang mengalun lembut. Pot-pot bunga ditata disekitar kolam, dan beberapa bunga ditanam di pinggirnya (yang sampai saat ini tak menunjukkan tanda-tanda akan hidup). Setelah perjuangan yang dasyat, akhirnya sebuah kolam mungil yang asri siap untuk digunakan.

minggu pertama pasca kesiapan kolam
Semua terlihat asyik berburu ikan. Ada yang beli ikan di pasar raya (padahal kocek lagi tipis), pindahin ikan dari akuarium di rumah, ngirig di kalen, bahkan jauh-kauh ke luar daerah cuma untuk cari ikan di sawah (maklum disini jarang sawah yang banyak ikannya). Akhirnya, semuanya dijadikan satu, dari ikan hias berwarna-warni sampai ikan hias jadi-jadian (cethol, petho, unjar), tambah udang, kepiting, derbang, wader, cupang.... Walah-walah, benar-benar rame! Ada yang biru, putih, merah, item, item banget. Ttingkat kepadatan penduduk sangat tinggi.
+ membeli makanan untuk ikan-ikan....
+ membuat kursi empuk bersandaran nyaman jadi singgasana di samping kolam....

Minggu kedua
Ternyata air yang diisikan berkaporit. Banyak ikan mati!
Ternyata lagi: kolm bocor! Harus telaten ambil air dari kamar mandi sumur yang lebih jauh.

Minggu ketiga: Ikan-ikan mulai disortir karena ternyata saling bunuh
Minggu keempat: Whoa...spektakuler...ada ikan yang hamil....trus melahirkan anak kecil-kecil. Bayi ikan diletakkan di tempat tersendiri.
Minggu kelima: Masih asri
Minggu keenam: Hm...lumayan

Entah minggu keberapa
Bencana!!! Ada yang mengisi kolam dengan air berkaporit lagi! Ikan pun banyak yang mati lagi.
+ ada yang cuci tangan di kolam. Setia menyaring minyak dipermukaan air kolam.

Minggu-minggu selanjutnya:
Tidak ada lagi yang mengisi kolam. Yang perhatian sedang pergi semua.
Lalu: pada kena demam facebook... tidak sempat lagi berjongkok di dapan kolam untuk sapa ikan.
Kemudian: Toloooonngg......air di kolam semakin menipis....jetpump mati.....
ooohh.......ikan.....ikan.....mati......

Rabu, 15 Juli 2009

masihkah manusia?

Aku berjalan sembari menyaksikan orang-orang berlalu lalang. Semuanya seolah terburu-buru dan dikejar sesuatu, entah itu harapan, cita-cita, ataupun keinginan-keinginan yang berjubal. Di pasar, di bangku kuliah, di jalanan, di warung, masing-masing menjalankan antivitasnya sendiri.

Adakalanya aku adalah sebagian dari mereka. Turut berjalan dengan terburu seolah ada target yang harus dipenuhi. Waktu seolah berubah musuh yang harus ditaklukkan. Hari-hari diwarnai daftar pekerjaan yang harus diselesaikan. Aku lupa untuk tersenyum pada teman yang menyapa, acuh pada pertanyaan sesiapa (yang dengan sepihak kunilai tidak penting), lupa untuk merendahkan suaraku yang jadi melengking tinggi dan cepat yang menusuk. Dilanda malas berjabat tangan saat datang (buang waktu saja, toh aku dan kamu sama-sama sudah menjelma kebiasaan tanpa makna) pun tak ingat untuk berpamitan ketika hendak pergi. Aku tak sempat lagi menyingkirkan ulat yang mungkin saja akan tergilas oleh sapuku, seolah nyawa dihargai murah karena tak berarti apa-apa. Aku menjelma robot. Egois. Mengulang masa lalu.

Sabtu, 04 Juli 2009

pascapementasan

Aku sama sekali belum lega meski pentas telah usai. Sesuatu itu terus menarikku jauh ke dalam pusaran yang bergulung-gulung entah berpusat dimana. Sulit sekali menjadi perempuan (dalam naskah Perempuan tanpa Orgasme) ini, juga sakit. Idealnya, harus kulepaskan pascapentas, tetapi entah mengapa aku enggan. Pasti akan sulit untukku dan untuk orang lain dalam mengatasi defensif, tuntutan, dan kemarahannya. Meski begitu, aku nekad akan mempertahankannya karna aku yakin seiring berlalunya waktu aku bisa mengendalikannya.

Perempuan ini adalah sosok nekad, ingin diakui, tak suka diabaikan, defensif, balik menyerang ketika diserang, konsisten, teguh pendirian, tegar, tidak begitu pandai, dan benci dilecehkan. Kalau dirangkum mungkin seperti bunga popgun. Anggun dan siaga, jika ada yang menyentuh langsung POP menembakkan peluru. Siapkah aku?

Rabu, 01 Juli 2009

Jadwal pagi: ngopi; sebuah analisis

Ada satu jadwal rutin yang kerap dilakukan teman-teman. Ngopi. Rutinitas nyleneh itu dimulai sekitar pukul tujuh-delapanan. Berbondong-bondong jalan kaki menuju sebuah warung makan yang kerap digunakan untuk nongkrong.
finansial
Dari segi finansial kegiatan itu memang menambah pengeluaran yang cukup signifikan. Kalo dihitung-hitung mulai melek mata langsung meluncur... pesan kopi pahit plus rokok "biar tambah mantep...," katanya. Misalnya saja 1500 + 800 = 2300. Itu pun kalo cuma cukup dengan satu rokok, padahal biasanya mesti nambah lagi. Pas ngobrol juga tambah asyik nyemot tempe, tahu, ato bakwan. Nah, genap 2800 (itu minim banget) x 26 hari = 72800 tambahan per bulan.
wacana
Wacana yang terbangun selama kurang lebih tiga jam sangat beragam, mulai dari geguyon yang nggak ada jluntrungannya, cewe yang lagi popular, keluarga, pendidikan, bahkan sampe politik-politik dunia. Ga heran, cakrawala berpikir mesti jadi tambah, yah, minimal menyelami pola pikir orang lain. Kapan lagi dapat ilmu gratis?
time
yahhhhh, tiga jam untuk duduk-duduk... Bayangkan untuk mandi, cuci baju, bersihkan kost, nyiram bunga, ngetik....
kuliah
Nah ini nih! kadang jadi lebih milih ngopi daripada mandi dan brangkat kuliah. Tapi juga ada yang bahas materi kuliah (bak butiran pasir di pantai samudra).
teman
silaturahmi terjalin mulai dari pemilik warung, teman temannya teman orang lain, security, bahkan sampai alumni. Ternyata dasyat juga.

Jadi begitulah, ternyata memang sangat kontroversial, saudara.... sip, tinggal posisikan diri: ilmu mana yang ingin diambil.

Rabu, 24 Juni 2009

Kamu-ku

Satu lagi naskah yang berhasil dipentaskan Teater Getar Salatiga. Naskah ini berjudul Kamu-ku karya Nonti Soedjono yang juga merupakan alumni Getar. Naskah yang disutradarai Mikdat Musa "cepox" ini telah dipentaskan tanggal 15 Juni 2009 dan 23 Juni 2009. Pementasan dilakukan bersamaan dengan naskah Perempuan tanpa Orgasme.

Dalam Kamu-Ku, kentara sekali perbedaan antara "Aku" dan "Kamu". Secara kasat mata, cinta seseorang ditujukan tidak kepada kekasihnya, tetapi terlebih pada bayangan pikirannya atas kekasihnya itu. Aku menicintai kamu yang ganteng, aku mencintai kamu yang berhidung mancung, aku mencintai kamu yang pintar. Itu semua ternyata menunjukkan bahwa Aku hanya mencintai keinginan-keinginan dan harapan-harapanku sendiri. Keinginan-keinginan yang miss  ini menimbulkan masalah antara Aku dan Kamu, yaitu ketika Kamu tidak dapat memenuhi keinginan-keinginanku. Pada akhirnya, salah satu dari kita yang akan tersungkur. Begitula antara Aku-Kamu dalam naskan Kamu-Ku :)

Pemain Kamu-ku sekarang juga telah membentuk Laskar Mbulan dengan anggota: Maunah (sebagai Aku), Robin (Kamu), Eko, Hendri, Ningrum, dan Hadzil. Andara juga tergabung dalam tim musik, lebih tepatnya jadi salah satu kru tim musik di lagu-lagu pembukaan awal dan pertengahan. Rencananya naskah ini juga akan dipentaskan di STAIN Salatiga pada tanggal 3 Juli 2009 mendatang. Mohon doanya ^_^

Senin, 25 Mei 2009

aku tentang kamu

ingin kutulis kamu dalam pahatan waktu yang menua.
abadi dalam sendiri yang hikmat
serta elegi yang disenandungkan malam

ingin pula hancurkan
kamu remuk diamuk badai

begitu banyak keinginan padamu

Kamis, 21 Mei 2009

menjelang pentas

Aku nervous sekali.
Mengerikan jika ingat hari-hari bergulir dengan begitu cepat. 30 Mei, pertengahan Juni, awal Juli.... seoleh hari-hari demikian menghimpitku.

Aku bersyukur pada Tuhan yang telah mengirimkan orang-orang yang tulus mendukungku. Kali ini aku benar-benar menikmati bercerita, lebih tepatnya berceloteh. Demikian nyaman tanpa harus menyiapkan konsep-konsep yang selama ini senantiasa aku lakukan. Terima kasih, Tuhan..... telah mengantarkanku pada keadaan dimana aku begitu dianggap dan berarti di mata orang lain. Tidak sekadar karena atitudku, kemampuanku.... tetapi cukup karena 'aku': lengkap dengan segala kekuranganku.

Sabtu, 25 April 2009

entah siapa

beri aku kekuatan agar tidak hilang kendali
ketika segala inginku membuncah padamu
katika harapku tumpah kepadamu
ketika sandarku bertumpu padamu
ketika dayaku ada padamu
tapi kau entah dimana
pergi bersama orang asing yang tak ku kenal
yang bawa kamu
sisakan kekosongan padaku

entah kemana pergimu
tak tersusul
tinggalkan aku, mencari-cari
dalam kenangan

beri aku kekuatan
saat kuhadirkan bayangmu
padahal senyatanya kau dibawa pergi
sisakan dingin
gigil di tangan dan kaki

Jumat, 24 April 2009

Haruskan bicara?

Dari orang lain aku belajar berinteraksi. Tidak bisa dipungkiri dalam interaksi sering terjadi kesenjangan antara apa yang ingin disampaikan dan apa yang sesungguhnya tersampaikan. Aku belajar untuk berjaga-jaga dan meminimalkan konflik yang mungkin terjadi dalam suatu interaksi.

Kadang niatan hati tak sepenuhnya dapat disampaikan dengan tepat. Adakalanya ketidakmampuan mengungkapkan perasaan malah justru menimbulkan masalah. Maksud hati mencintai tetapi ternyata tak bisa mengungkapkan perasaan sayang dengan tepat. Biasanya berubah jadi makan hati karena teman ternyata tidak respect, atau malah jadi bingung sendiri karena apapun yang dilakukan dinilai salah oleh orang lain. Menarik diri menjadi satu hal yang menggiurkan. Namun, orang lain juga jadi bingung dengan perubahan-perubahan yang "tidak diketahui" sebabnya. Kebuntuan ini jika dibiarkan berlarut-larut akan memburuk keadaan. Tidak hanya melanda diri pribadi tapi juga secara otomatis akan mempengaruhi orang lain. Lebih baik bicara agar sama-sama tahu apa yang sedang terjadi. Tidak hanya dongkol yang dipendam. Bagaimana bisa tahu kalau keduanya hanya diam sambil melancarkan aksinya masing-masing.

Dengan bicara mudah-mudahan kita dapat lebih berbagi dan mengerti. Bicara memudahkan kita mengetahui apa yang dirasakan orang lain dan mereka pun jadi tidak bingung dengan apa yang sedang kita rasakan.

"bagaimana dia bisa tahu kalau aku tidak ngomong" :)


Agenda selanjutnya: bagaimana cara ngomong agar pembicaraan dapat tetap sareh meski nyatanya sedang dirundung masalah. Sedang dalam tahap latihan.

Sabtu, 18 April 2009

Beringin: angker tapi....

Pertama kali aku masuk kampus di Salatiga, sebuah pohon beringin yang berdiri di pinggir jalan masuk sudah begitu menarik perhatianku. Pasalnya pohon tersebut begitu besar. Akar gantungnya yang lebat seolah memvisualisasikan otot-otot leher yang sedang menegang, lengan yang kokoh, dan umur yang tua. Pohon beringin tersebut menyumbangkan kesejukan di sekitarnya.

Di bawah rimbunan pohon tersebut, terdapat sebuah wadah kegiatan teater. Awalnya, aku mulai mewakili workshop meski belum menjadi anggota teater. Bermula dari interaksi sederhana akhirnya memberiku alasan untuk kembali belajar teater seperti yang dulu kulakukan sewaktu di SMK. Selanjutnya, aku bergabung dengan mereka. Niat awalnya ingin belajar keteateran, tapi ternyata apa yang kutemui malah berbeda.

Aku menemukan dunia tanpa kata-kata. Bahasa terbentuk melalui "laku". Menjemput ketika kemalaman, makan bersama ketika 'kelaparan', merawat ketika sakit, dan membantu. Semua saling membantu... seolah semuanya terjadi begitu saja: tanpa kata, tanpa permintaan, tanpa terima kasih. Aku melihatmu, kamu melihatku, kemudian kita sama-sama mengerti. Mengalir dan terjadi begitu saja.

Aneh, kali ini aku merasa tidak sedang hidup sendiri. Keluarga ini menjelma menjadi pohon beringin yang dibalut label angker (dan mungkin memang angker), tetapi begitu memberi tempat bagi siapa saja yang mau berlindung. Entah itu burung pipit yang indah, ulat, serangga, semut, rayap, ataupun tikus yang merusak. Semua menemukan kedamaian di sana.Terdapat begitu banyak tempat untuk orang-orang yang singgah di sana.

Di tempat ini, segala sesuatu bisa terjadi. Seperti yang dikatakan salah satu temanku: "di tempat ini, kawan, kau bisa menemukan Tuhan atau bahkan membunuhnya."


Kamis, 16 April 2009

ada damai disini

Terima kasih pada apa pun yang telah mengantarkanku pada saat ini. Entah itu malaikat ataupun setan.
Seolah aku telah berjalan demikian jauh, mengarungi waktu-waktu yang tak akan kutukar dengan apapun.

terima kasih
pada keluargaku yang lain-yang rupanya baru saja kutemukan:
padamu yang mengajariku berterima kasih pada masa lalu
padamu yang menunjuk dan menyebut 'ibu' pada perempuan yang telah melahirkanku
padamu yang mengajariku tersenyum pada diriku sendiri
padamu yang mengantarkan aku pada dunia baru--bukan sekedar kata dan kesatuan dari beragam materi melainkan ada kehidupan di sana

aku bukan murid yang baik, (untuk itu aku bersyukur atas adamu, atas rancangan Tuhan untuk menciptakan aku, dirimu, kalian)
di sini ada nyaman, ada tawa yang berderai di sela kemarahanku yang mengguntur
ada tepukan bahu di tengah kecemasanku yang meneror-menebar busuk
ada rangkulan yang mengerat ketika aku menjauh dan menarik diri
ada genggaman tangan ketika aku limbung
ada pemahaman ketika aku ingin berteriak dan membenci semua yang kutemui

ada kamu, ada kalian ketika aku berpikir untuk tidak ada saja dari hidup ini.

Lepaslah seperti busur anak panah

---

Jadilah apa yang kamu inginkan. Kamu berhak memilih jalan yang terbentang di depanmu.
Aku adalah busur dan kau adalah anak panah milik Sang Hidup
Jadilah dirimu sendiri, jadilah penentu jalanmu, hidup adalah pilihan
Kamu berhak memilih untuk sukses-gagal, untuk bahagia atau tidak bahagia, untuk berbagi atau untuk kau miliki sendiri.
Pilihanmu adalah hakmu; dan kau bertanggung jawab terhadap setiap pilihan, tindakanmu.

Aku dari tanah dan akan kembali ke tanah. Akulah yang pernah menjadi rumah kehidupanmu, melindungimu dengan cinta, dengan rasa, bila perlu akan kuberikan jantungku, napas untukmu agar kamu lebih baik
Anak-anakku.... Akulah tanah airmu, akulah darahmu; yang pernah merasai detak jantung dan alian darahmu saat di rahimku..... seperti kau pernah merasai detak jantung dan aliran darahku.

---
naskah Ibu Bumi
Candra Harjanto

Perempuan; teriakan yang tak terdengar

----
Aku seperti perempuan-perempuan lain; sebut saja aku Marsinah, perempuan yang mati dengan vagina yang dirobek, buruh jam mati dalam hitungan jam. Sebut saja aku TKW Arab Saudi, Hongkong, Malaysia, Singapura tanpa perlindungan hukum yang jelas,
Sebut saja aku, aku pelacur tanpa orgasme, bukan Cleopatra yang bisa menguasai Eropa, bukan Bunda Theresa dengan kelembutan hatinya, juga buka Aisyah istri nabi yang setia.
Tapi disini-di tempat ini, aku yang dikuasai aku, dikuasai keterpaksaan yang aku buat-buat. Seolah-olah aku tanpa beban.

Dimana Kau Tuhan pada saat-saat begini. Dimana Kau Tuhan pada saat-saat seperti ini...
Dalam hati yang kulihat hanya wajah-wajah lelaki yang meregang; Aku bukanlah firman Tuhan yang wajib kau lakukan-kau buru. Kemana tubuhku yang kemarin disiram air hujan yang diredakan gerimis...
Pada akhirnya tubuh. Tubuhku, tubuhmu, adalah misteri yang menyimpan makna seluas imajinasi, seperti agama, seperti Tuhan dimana lelaki yang lebih kuasa.

Lihatlah aku disini...

----
Bait-bait di atas merupakan sekelumit potongan naskah berjudul Perempuan tanpa Orgasme oleh Candra Harjanto.

Perempuan tanpa Orgasme
Candra Harjanto