Beberapa tahun yang lalu aku selalu mengikutimu. Aku pergi kemana engkau pergi dan melakukan apa yang engkau lakukan. Persis seperti keponakanku (3,5 tahun) yang selalu mengikuti dan meniru apa yang kulakukan :). Aku tidak bermaksud apa-apa, sebenarnya. Hanya saja, aku selalu senang melihatmu. Aku tak pernah bosan.
Kamu terlihat indah. Gerak-gerikmu tenang. Diammu khikmat. Aku melihatnya di sorot matamu yang dalam. Iris cokelat kekuningan dibingkai buku mata tebal, hitam, dan panjang. Tidak lentik, tapi panjang. Ah, ya... sepertinya pandanganmu yang sedikit menunduk. Itu yang selalu membuatku tertarik.
Aku masuk dan berenang di kedalaman sorot matamu, menghirup wangi setiap sudutnya, dan menenggelamkan diri disana. Aih,... apa pula ini :) Sejuk,segar, dan lembut. Seperti minum sepuasnya hingga tak ada dahaga, seperti tidur di atas kain yang empuk dan lembut yang baru saja diangkat dari jemuran, seperti berlari-lari di antara pepohonan yang tersiram mentari pagi, seperti menari dan tertawa sepuasnya, seperti terlempar dan terbang, terlempar lagi, terbang lagi.
Adamu membuatku berhenti berpikir. Tidak bisa berpikir, malah. Hanya tertawa, tertawa, dan tertawa sepuasnya, sedalam-dalamnya hingga hampir menangis rasanya. Bagaimana bisa hidup jadi seindah ini? Hatiku membuatku tenggelam dalam lautan kebahagiaan. >>> [Kebahagiaan ini saja sudah demikian tinggi hingga seolah hampir tak tertampung. Kemudian, bagaimana dengan kebahagiaan ruh ketika kembali pada Tuhannya. . . . . . . . . . . .
Aku bahagia. Apakah aku membuatmu bahagia?