Jumat, 26 April 2013

mekarlah


Layaknya teratai, mekarlah dengan kokoh dan tenang. Mekar yang "awet". Memang aktivitas boleh padat dan cepat, teriak-teriak, jungkir balik, atau lari-lari sekalian, tetapi "something inside" tetaplah tenang. Ketenangan inilah yang membuat kita jernih dalam mencerna informasi sehingga dapat mengambil keputusan dengan lebih cepat dan akurat. Dalam ketenangan, masalah yang semula dianggap ruwet tiba-tiba terurai dengan sendirinya dan menjadi nampak sederhana.

Salah satu teknik menumbuhkan ketenangan adalah dengan mengambil napas yang dalam dan panjang. Terlebih baik lagi jika kita menggunakan napas perut (yang kita gunakan sewaktu kita tidur). Hirup udara (dan kedamaian) melalui lubang hidung, mengaliri tenggorokan, menyegarkan rongga dada, dan memenuhi rongga perut. Jika tidak dapat melepaskan jeratan yang mencengkeram pikiran kita, cukup dengan menikmati dan merasakan detak jantung yang menjadi lebih teratur. Rasakan pula perut yang bergerak naik dan turun seiring dengan hembusan napas. Segera, tubuh dan pikiran pun menjadi rileks.

Setelah napas kita teratur dan badan menjadi rileks, apabila kita sedang memiliki masalah sehingga dirundung kesedihan atau kemarahan, maka biarkan emosi negatif ini luruh. Lepaskan saja. Emosi ini tidak perlu dipertahankan, tidak perlu dieman-eman. Emosi ini biasanya meninggalkan sesak atau gemuruh di dada. Rasakan sesak atau gemuruh itu kemudian perlahan-lahan dorong jauh semakin ke bawah tubuh kita. Melewati dada, perut, pinggul, kaki, dan kedua telapak kaki. Akhirnya, biarkan emosi negatif ini mengalir lepas melalui telapak kaki, disalurkan jauh ke tanah di bawah pijakan kita. Percayalah, bumi cukup arif untuk meluruhkannya. :)
Dengan melepaskan beban negatif ini dari dalam tubuh kita, kesegaran akan diperoleh. Kita pun menjadi tenang tanpa dibelenggu olehnya. Dunia menjadi ringan, kehidupan menjadi indah, dan permasalahan menjadi lebih sederhana. Berbekal ketenangan ini, mekarlah kemanapun yang kita tuju karena dunia terbentang luas menanti kehadiran kita. Mekar yang awet, mekar yang dari dalam. :)

Rabu, 24 April 2013

Kita yang Beda


Ya, benar bahwa kita memang berbeda, tetapi bukan dalam arti "beda" yang buruk. Perbedaan kita adalah wajar, tetapi penyikapan kita terhadap perbedaan ini lah yang kerap menjadi masalah.

Pandangan "rumput tetangga terlihat lebih hijau" membuat kita jauh dari rasa syukur, padahal setiap orang memiliki porsi masing-masing. Meskipun menginginkan badan yang kurus, kita tidak bijak jika kemudian memaksakan memakai baju ukuran untuk orang kurus kan? Bisa jadi pula, banyak orang lain yang menginginkan ukuran tubuh seperti milik kita. Bagaimanapun juga, keadaan orang lain yang kita pandang menarik dan menyenangkan belum tentu dirasakan sama oleh orang yang benar-benar menjalaninya. Kita melihat mereka "begitu" dan mereka melihat kita "begini". Padahal yang "begitu-begini" belum tentu benar-benar "begitu-begini". Kata orang jawa hanya fenomena "wang sinawang" saja.

Yang kita butuhkan adalah menyelaraskan diri yang kita inginkan dengan diri kita yang sebenarnya. Semakin tipis jarak antara keduanya, semakin jauh pula jarak kita dengan rasa "sengsara". Kita akan menyukuri keadaan kita, dan juga menyukuri keadaan orang lain. Tidak lagi menginginkan dan berandai-andai untuk menjalani kehidupan orang lain. Beginilah keadaan saya, saya menerima keadaan saya, dan saya bersyukur atasnya. Saya tidak seperti anda karena kita memang berbeda. 

Saya OK dan anda OK juga! Jadi, kita sama-sama OK. Kita tidak perlu minder pada orang lain dan tidak bisa pula sombong karena orang lain OK pula. Kita sama-sama berbahagia. Semakin hati kita bahagia, maka semakin tepatlah kiranya jalan yang kita tempuh.  

Ingat, tolak ukurnya adalah kebahagiaan hati :) Hidup cuma sekali, mari berbahagia :)