Minggu, 08 September 2013

catatan kotak hitam

Sekali lagi, aku berhutang budi kepadamu. Engkau memberiku sesuatu yang demikian luar biasa. Bisa dihitung rupiah, tetapi pengorbanannmu untuk mengumpulkan rupiah itu yang tak mampu kuhitung, tak mampu kueja. Membayangkan engkau bekerja seharian ditemani terik matahari, menyusur tiap jengkal jalan, berkawan panas dan peluh. Hasil yang kaukumpulkan hari demi hari tersusun rapi.  Menggembung. Lalu tiba-tiba saja kau berikan padaku hanya karena aku membutuhkannya. Sebagian besar. Jauh lebih besar dari apa yang layak kuterima. 

Aku tidaklah cantik. Aku sedang-sedang saja. Rata-rata. Entah alasan apa yang membuatmu memilihku, mencukupiku, melakukan hal-hal luar biasa melebihi perlakuanmu pada dirimu sendiri. Hingga aku menggigil ngeri jika suatu saat aku kufur. Akankah tetap kusimpan syukur ini hingga tua kelak? ataukah himpitan hidup mengubahku, menghapus kenangan kebaikanmu padaku?

Aku memohon agar dapat selalu mengenangnya. Otakku mungkin bisa lupa, tapi kuharap setiap sel-selku masih akan tetap memetakan semua ini. Saat mataku bersimbah air mata, saat badanku tersungkur membentuk sujud syukur yang khikmat, saat kedua tanganku berusaha menangkup doa tentangmu.

Semoga aku dapat memenuhi harapanmu. Mungkin tidak semuanya, tetapi biarlah cukup untuk mengulas senyum di sudut-sudut bibirmu.